Soekarno disidang di pengadilan kolonial (Landraad) di Bandung pada tahun 1930 karena aktivitas politiknya yang dianggap mengancam ketertiban kolonial. Ia dituduh melakukan kegiatan subversif melalui organisasi Partai Nasional Indonesia (PNI), yang didirikannya pada 1927. PNI aktif menyebarkan semangat nasionalisme dan menentang penjajahan Belanda, yang membuat Soekarno dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah kolonial.
Soekarno dan tiga rekannya sesama aktivis PNI –yakni Maskoen, Soepradinata, dan Gatot Mangkoepradja– ditangkap aparat pemerintah kolonial pada 9 Desember 1929 di Yogyakarta usai menghadiri sebuah pertemuan di Solo. Mereka lalu dibawa ke Bandung untuk dibui di Gevangenis te Banceuy. Soekarno diadili dalam sidang digelar di Landraad Bandung pada 1930, yang dikenal sebagai "Pledoi Soekarno" atau "Indonesia Menggugat".
Sidang pertamanya pada 18 Agustus 1930 dan bergulir hingga Desember 1930 di gedung terletak di Landraadweg (kini Jalan Perintis Kemerdekaan). Bangunan pengadilan untuk kaum bumiputera bergaya neo klasik itu kini sudah berubah menjadi situs sejarah Gedung Indonesia Menggugat.
Hakim yang memimpin sidangnya adalah president/hakim R. Siegenbeek van Heukelom. Adapun jaksa penuntutnya adalah R. Soemadisoerja, RK Kartakoesoemah, RK Wiriaatmadja, dan M. Tirtawinata. Mereka turut didampingi penasihat persidangan Moh. Masjoer dan J.W. Smits. Sedangkan para pengacara yang jadi tim pembela Sukarno cs. yakni Mr. Sartono, Mr. Sastromuljono, Mr. Sujudi, dan Idih Prawiradiputra.
Dalam pembelaannya, Soekarno dengan tegas mengkritik imperialisme Belanda dan menegaskan hak rakyat Indonesia untuk merdeka. Meski begitu, ia dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun, tetapi dibebaskan pada 1931 setelah menjalani sekitar 2 tahun karena tekanan politik dan amnesti.
Pleidoi Soekanro yang dikenal dengan judul Indonesië Klaagt Aan” (Indonesia Menggugat) disampaikan pada sidang 1 Desember 1930. Berikut isi petikan pledoi Soekarno:
“Tuan-tuan Hakim yang terhormat, dengan segala kejujuran hati kami tidak tahu bagaimana atau dengan apakah langkah terakhir itu akan dilakukan. Mungkin juga Negeri Belanda akhirnya mengerti, bahwa lebih baik mengakhiri kolonialisme secara damai. Mungkin juga kapitalisme Barat akan runtuh. Pada suatu saat yang tidak lama lagi Asia akan berada dalam bahaya penyembelihan besar-besaran dari Jepang. Saya hanya mengatakan, bahwa ini adalah keyakinan saya jikalau ekor daripada naga raksasa itu sudah memukul-mukul ke kiri dan ke kanan, maka pemerintah kolonial tidak akan sanggup menahannya. Oleh karena itu, siapakah yang dapat menentukan terlebih dulu rencana kemerdekaan dari negeri kami?” ujar Bung Karno dalam pleidoinya.
Setelah mengajukan gambaran umum perpolitikan global dilanjutkan dengan sikap perjuangannya membawa bangsanya mengambil sikap dalam merespon perubahan itu, Bung Karno menerangkan alasan perjuangannya. Namun sikapnya tetap dia pasrahkan pada para hakim.
“Jikalau kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam masa yang akan datang. Yang saya ketahui, bahwa pemimpin-pemimpin PNI adalah pencinta perdamaian dan ketertiban. Kami berjuang dengan kejujuran seorang satria. Kami tidak menginginkan pertumpahan darah. Kami hanya menghendaki kesempatan untuk membangun harga diri daripada rakyat kami. Saya menolak tuduhan mengadakan rencana rahasia untuk mengadakan suatu pemberontakan bersenjata.