Kapal induk USS Nimitz milik Amerika Serikat jadi sorotan, karena melintas di sekitar selat Malaka ketika Israel berperang melawan Iran. Kapal induk berkode CVN-68 ini, memiliki panjang 333 meter dengan bobot lebih dari 100.000 ton. Kapal induk yang beroperasi sejak tahun 1975 itu, juga dikenal sebagai pangkalan udara bergerak. Soalnya, mampu menampung 90 pesawat tempur dan lebih dari 6.000 personel.
Keunggulan kapal induk Nimitz terletak pada sumber tenaga penggeraknya, yakni dua reaktor nuklir A4W. Dari tenaga nuklir itu, kapal induk Nimitz dapat beroperasi lebih dari 20 tahun tanpa pengisian ulang bahan bakar. Sehingga jangkauan operasionalnya hampir tak terbatas, karena para awaknya tidak harus repot-repot mengisi ulang bahan bakar seperti kapan konvensional bertenaga bahan bakar minyak.
Kenapa kapal induk Amerika Serikat boleh melintasi Selat Malaka? Sesuai Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS), kapal perang asing seperti USS Nimitz diperbolehkan melintas tanpa izin negara pantai selama mematuhi aturan pelayaran internasional dan tidak mengancam keamanan wilayah. Selat Malaka adalah jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Laut Tiongkok Selatan dengan Samudera Hindia. Selat Malaka merupakan rute tercepat dan paling efisien untuk mencapai Timur Tengah dari kawasan Indo-Pasifik.
Kapal induk bertenaga nuklir kelas Nimitz memiliki beberapa kelebihan signifikan dibandingkan kapal induk berbahan bakar diesel (konvensional). Berikut adalah perbandingan berdasarkan aspek teknis dan operasional:
Jangkauan Operasional dan Daya Tahan
Nimitz (Nuklir): Ditenagai oleh dua reaktor nuklir A4W, kapal induk kelas Nimitz dapat beroperasi lebih dari 20 tahun tanpa pengisian ulang bahan bakar, memberikan jangkauan operasional yang hampir tak terbatas. Ini memungkinkan misi jangka panjang tanpa ketergantungan pada pangkalan bahan bakar.
Kapal Induk Diesel: Kapal induk konvensional memerlukan pengisian ulang bahan bakar secara berkala, yang membatasi jangkauan dan durasi misi. Logistik bahan bakar menjadi tantangan, terutama di operasi jarak jauh.
Kecepatan dan Daya
Nimitz: Reaktor nuklir menghasilkan daya maksimum sekitar 260.000 shp (194 MW), memungkinkan kecepatan lebih dari 30 knot (56 km/jam). Ini memberikan manuverabilitas tinggi dan respons cepat di laut.
Kapal Induk Diesel: Mesin diesel atau turbin gas biasanya menghasilkan daya lebih rendah, sehingga kecepatan maksimumnya lebih terbatas, sering kali di bawah 30 knot, tergantung pada desain kapal.
Kapasitas Logistik
Nimitz: Ruang yang tidak digunakan untuk penyimpanan bahan bakar dapat dialokasikan untuk membawa lebih banyak avtur (90% lebih banyak) dan persenjataan (50% lebih banyak) dibandingkan kapal induk konvensional seperti kelas Forrestal. Ini meningkatkan kemampuan tempur dan daya tahan operasi udara.
Kapal Induk Diesel: Kapal diesel memerlukan ruang penyimpanan bahan bakar yang besar, mengurangi kapasitas untuk avtur, amunisi, atau peralatan lainnya, sehingga membatasi fleksibilitas operasional.
Efisiensi Operasi Penerbangan
Nimitz: Menggunakan sistem CATOBAR (Catapult Assisted Take-Off But Arrested Recovery) dengan katapel uap, memungkinkan peluncuran pesawat berat dengan muatan penuh dan variasi pesawat yang lebih luas, seperti F/A-18 Hornet, E-2C Hawkeye, dan lainnya. Sistem ini mendukung operasi penerbangan yang cepat dan efisien.
Kapal Induk Diesel: Sering menggunakan sistem STOBAR (Short Take-Off But Arrested Recovery) atau STOVL (Short Take-Off and Vertical Landing), yang membatasi jenis dan muatan pesawat, biasanya hanya mendukung pesawat ringan atau dengan muatan terbatas.
Daya Tahan dan Keandalan
Nimitz: Reaktor nuklir memberikan pasokan energi yang konsisten untuk sistem kapal, termasuk listrik, katapel, dan peralatan lainnya, tanpa tergantung pada pasokan bahan bakar eksternal. Kapal ini dirancang untuk masa kerja lebih dari 50 tahun.
Kapal Induk Diesel: Mesin diesel lebih rentan terhadap kerusakan mekanis dan memerlukan perawatan lebih sering. Ketergantungan pada bahan bakar juga meningkatkan risiko logistik di wilayah konflik.
Fleksibilitas Strategis
Nimitz: Kemampuan beroperasi tanpa pengisian bahan bakar memungkinkan kapal ini ditempatkan di wilayah strategis untuk waktu lama, mendukung proyeksi kekuatan global, misi kemanusiaan, atau respons cepat terhadap krisis, seperti yang terlihat dalam Operasi Cakar Elang, Perang Teluk, dan lainnya.
Kapal Induk Diesel: Kapal ini lebih cocok untuk operasi regional karena keterbatasan bahan bakar dan logistik, sehingga kurang fleksibel untuk misi jarak jauh atau berkepanjangan.
Kapasitas dan Skala
Nimitz: Dengan panjang 333 meter dan bobot lebih dari 100.000 ton, kapal ini dapat menampung hingga 90 pesawat dan lebih dari 6.000 personel, menjadikannya pangkalan udara bergerak yang sangat efektif.
Kapal Induk Diesel: Kapal diesel, seperti Giuseppe Garibaldi (Italia) atau RTN Chakri Naruebet (Thailand), umumnya lebih kecil, dengan kapasitas pesawat dan personel yang jauh lebih terbatas, sering hanya 20-30 pesawat dan kru di bawah 2.000 orang.
Kapal induk kelas Nimitz unggul dalam hal jangkauan operasional, kecepatan, kapasitas logistik, efisiensi penerbangan, daya tahan, dan fleksibilitas strategis berkat tenaga nuklir dan desain canggihnya. Kapal induk diesel lebih cocok untuk angkatan laut dengan kebutuhan operasional regional atau anggaran terbatas, tetapi tidak dapat menandingi skala dan kemampuan proyeksi kekuatan Nimitz.
Posting Komentar