Seperti diketahui, KIB merupakan koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Selain membubarkan KIB, kata Umam, penetapan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden PDIP ini, juga menutup peluang negosiasi politik koalisi besar yang dinahkodai oleh Gerindra. Ini berarti proposal pencapresan Prabowo yang berpasangan kader PDIP ditolak keras.
Dengan kata lain, PDIP akan maju secara terpisah dari koalisi besar serta membuka kemungkinan terbentuknya tiga poros koalisi capres. "Bahkan, jika di internal koalisi besar sendiri terjadi faksionalisme akibat ketidakpuasan hasil negosiasi politik tahap akhir, maka terbuka juga peluang terbentuknya empat poros koalisi capres," jelas dia.
Sementara Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, penetapan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden PDIP setidaknya berpotensi membuka peluang partai lain berkoalisi dengan PDIP dalam Pilpres 2024. Menurut Burhanuddin, dari sisi historis PDIP tidak pernah maju sendiri, selalu punya rekam jejak berkoalisi dengan partai lain.
Pada Pemilu 2009, PDIP pernah berkoalisi dengan Gerindra. “Tapi masalahnya semua punya keinginan menjadi capres, pertanyaannya, apakah Prabowo mau mengalah sebagai cawapres Ganjar, ini bergantung dari elektabilitas Prabowo dan Ganjar dalam enam bulan ke depan sebelum pendaftaran,” ucapnya.
Kemungkinan lain, PDI Perjuangan punya peluang berkoalisi dengan KIB yang terdiri dari Golkar, PAN, dan PPP. Terlebih, KIB belum punya bakal capres yang kompetitif. “Ini bisa dilakukan PDI Perjuangan yang juga perlu dukungan dari partai yang punya latar belakang Islam,” tuturnya.
