Sejumlah studi membuktikan bahwa tingginya tingkat seseorang terpapar smartphone memiliki korelasi dengan masalah kesehatan mental, baik depresi, kecemasan, hingga stres. Karena itu, kini terjadi tren penggunaan dumb phone atau “HP bodoh” di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Peralihan penggunaan smartphone ke dumb phone tersebut untuk menghindari dampak gangguan kesehatan mental dari smartphone.
Salah satu sumber masalah dari smartphone adalah banyaknya aplikasi media sosial yang dinilai bisa menimbulkan dampak buruk. Penelitian yang dilakukan Harvard University terungkap, otak seseorang yang menggunakan media sosial memiliki area respons yang serupa terhadap zat adiktif. Temuan ini setidaknya membuktikan bahwa bermain media sosial berpotensi menciptakan rasa adiksi atau kecanduan. Maka dari itu, tren peralihan dari smartphone ke dumb phone cukup diminati di Eropa dan AS.
Tren penggunaan dumb phone tersebut bukan hanya ramai di kalangan anak muda saja, melainkan para orangtua, hingga anak usia dini. Seperti namanya, dumb phone punya fungsi dan cara kerja yang berbeda dengan smartphone pada umumnya. Ponsel ini hanya dapat digunakan untuk melakukan panggilan suara, menerima pesan teks, dan melihat peta. Fitur-fitur yang tersedia sangat terbatas, penggunanya tidak bisa browsing atau pun bermain media sosial.
Karakteristik dari dumb phone inilah yang memengaruhi kemunculan tren di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar pengguna yang khawatir soal dampak buruk dari penggunaan smartphone pun menyiasatinya dengan beralih ke ponsel “bodoh”
Dibanding smartphone, pengguna dumb phone lebih punya kendali untuk membatasi waktu layar (screen time) mereka, meminimalisasi terjadinya kecanduan media sosial, hingga mengatur kebiasaan yang lebih sehat ketika mengakses perangkat digital.
Salah satu sumber masalah dari smartphone adalah banyaknya aplikasi media sosial yang dinilai bisa menimbulkan dampak buruk. Penelitian yang dilakukan Harvard University terungkap, otak seseorang yang menggunakan media sosial memiliki area respons yang serupa terhadap zat adiktif. Temuan ini setidaknya membuktikan bahwa bermain media sosial berpotensi menciptakan rasa adiksi atau kecanduan. Maka dari itu, tren peralihan dari smartphone ke dumb phone cukup diminati di Eropa dan AS.
Tren penggunaan dumb phone tersebut bukan hanya ramai di kalangan anak muda saja, melainkan para orangtua, hingga anak usia dini. Seperti namanya, dumb phone punya fungsi dan cara kerja yang berbeda dengan smartphone pada umumnya. Ponsel ini hanya dapat digunakan untuk melakukan panggilan suara, menerima pesan teks, dan melihat peta. Fitur-fitur yang tersedia sangat terbatas, penggunanya tidak bisa browsing atau pun bermain media sosial.
Karakteristik dari dumb phone inilah yang memengaruhi kemunculan tren di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar pengguna yang khawatir soal dampak buruk dari penggunaan smartphone pun menyiasatinya dengan beralih ke ponsel “bodoh”
Dibanding smartphone, pengguna dumb phone lebih punya kendali untuk membatasi waktu layar (screen time) mereka, meminimalisasi terjadinya kecanduan media sosial, hingga mengatur kebiasaan yang lebih sehat ketika mengakses perangkat digital.
Posting Komentar